ISI
A. Sakaratul
Maut
Sakaratul maut merupakan kondisi pasien yan menghadapi
kematian, yang memiliki berbagai hal dan
harapan tertentu untuk meninggal. Kematian merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi, dan
tekanan darah serta
hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan
terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jatung dan paru secara
menetap. Sakaratul merupakan suatu maut dan kematian merupakan dua istilah yang
sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Kematian
lebih ke arah suatu proses, sedangkan
sakaratul maut merupakan akhir dari hidup.
Mengenai tanda-tanda khusul khotimah
atau su’ul khotimah seseorang yang sedang sakaratul maut,Usman bin Alfian
peernah berkata bahwa Nabi SAW telah
menggambarkan dengan sabdanya : “Perhatikanlah
orang yang hampir mati, seandainya kedua matanya terbelalak, dahinya
berkeringat, dan dua lubang hidungnya bertambah besar, membuktikan bahwa ia
sedang memperoleh kabar gembira, tetapi jika ia mendengar seperti orang yang
sedang mendekur ( ngorok ) atau tercekik,wajahnya pucat,mulutnya bertabah
besar, berarti ia mendapat kabar buruk”.
Adapun orang-orang
mukmin yang sedang sakaratul maut,Nabi bersabda :
“Ketika
menjelang roh orang mukmin dicabut, maka datanglah malaikat pencabut nyawa
membawa kain yang wangi, kemudian roh orang Mukmin itu pun dicabut dengan lemah
lembut seperti mencabut rambut dari adonan tepung,lalu diserukan kepadanya:
“ Wahai jiwa yang tentram
kembalilah kepada Tuhan-Mu dalam keeadaan ridho dan diridhoi dan kembalilah
kepada rahmat dan kasih sayang Allah.”
Gambaran
tentang beratnya sakaratul maut dijelaskan dalam AL Qur’an dan hadis, ”Kalau sekiranya kamu dapat
melihat malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir seraya memukul muka dan belakang
mereka serta berkata “Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar” (niscanya kamu
akan merasa sangat nyeri )”
ô`tBur ãNn=øßr& Ç`£JÏB 3utIøù$# n?tã «!$# $¹Éx. ÷rr&
tA$s% zÓÇrré& ¥n<Î) öNs9ur yyqã Ïmøs9Î) ÖäóÓx« `tBur tA$s% ãAÌRé'y @÷WÏB !$tB tAtRr& ª!$# 3 öqs9ur #ts? ÏÎ) cqßJÎ=»©à9$# Îû ÏNºtyJxî ÏNöqpRùQ$# èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#þqäÜÅ$t óOÎgÏ÷r& (#þqã_Ì÷zr& ãNà6|¡àÿRr& ( tPöquø9$# c÷rtøgéB z>#xtã Èbqßgø9$# $yJÎ öNçFZä. tbqä9qà)s? n?tã «!$# uöxî Èd,ptø:$# öNçGYä.ur ô`tã ¾ÏmÏG»t#uä tbrçÉ9õ3tFó¡n@ ÇÒÌÈ
93. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang
yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan
kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang
yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan
Allah." alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang
yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul
dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari Ini
kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, Karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (Perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (Q. S. Al An’am: 93)
Ibnu
Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat
bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji,
sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya ada mayat yang
dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian,
niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak
dalam tidurnya”.
Di antara dalil yang menegaskan
terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan
ruhnya, firman Allah: “Dan datanglah
sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”.
[Qaaf: 19]
Maksud sakaratul maut adalah
kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang mengalahkan manusia
dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara yang benar) adalah perkara
akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan mengetahuinya. Ada yang berpendapat
al haq adalah hakikat keimanan sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul
maut dengan kematian.
Juga ayat: “Sekali-kali jangan.
Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan
(kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis
(kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]
Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan”. Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan”. Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana
kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan
membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya
kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata:
“Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya
melemas”
Dari Anas Radhiyallahu anhu,
berkata: “Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah
berat penderitaanm u ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas
ayahmu setelah hari ini…[al hadits]”
Dalam riwayat Tirmidzi dengan,
‘Aisyah menceritakan: “Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan
kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.
Dan penderitaan yang terjadi selama
pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman
Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi:
“Sesungguhnya kematian ada kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang
berbeda-beda.
KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG
BERIMAN
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin: “Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin: “Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].
Malaikat memberi kabar gembira
kepada insan mukmin dengan ampunan dengan ridla Allah untuknya. Secara tegas
dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat menghampiri orang-orang
yang beriman, dengan mengatakan janganlah takut dan sedih serta membawa berita
gembira tentang syurga. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang
berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka beristiqomah, maka para
malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu
memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang
kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. [Fushshilat: 30]
Ibnu Katsir mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata dan
mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat Allah niscaya para malaikat akan
menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka dengan berkata
“janganlah kalian takut atas amalan yang kalian persembahkan untuk akhirat dan
jangan bersedih atas perkara dunia yang akan kalian tinggalkan, baik itu anak,
istri, harta atau agama sebab kami akan mewakili kalian dalam perkara itu.
Mereka (para malaikat) memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan
turunnya kebaikan”.
Kemudian Ibnu Katsir menukil
perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada saat kematian, di
alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya dengan: “Tafsiran
ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang bagus sekali dan memang
demikian kenyataannya”.
Firman-Nya: “Kamilah
pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya para malaikat berkata
kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya, kami adalah
kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan dan menjaga
kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama kalian di akhirat,
dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di tiupan sangkakala dan kami
akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan
membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan mengantarkan kalian menuju
kenikmatan syurga”. Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang
mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang
diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada
mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam
syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. [An Nahl:32]
.
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]
.
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]
MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU
‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL MAUT?
Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam hadits
tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan petunjuk atas kehinaan
martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang beriman bisa untuk menambah
kebaikannya atau menghapus kesalahan-kesalahannya”
Menurut Al Qurthubi dahsyatnya
kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :
Pertama : Supaya orang-orang
mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut) tidak kasat mata.
Kadang ada seseorang melihat orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan
atau keguncangan. Terlihat ruh keluar dengan mudah. Sehingga ia berfikir,
perkara ini (sakaratul maut) ringan. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada
mayat (sebenarnya). Tatkala para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya
penderitaan dalam kematian, kendati mereka mulia di sisi Allah, dan
kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan
kematian yang akan ia rasakan dan dihadapi mayit secara mutlak, berdasarkan
kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid.
Kedua : Mungkin akan terbetik di
benak sebagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan para nabi dan
rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?. Padahal Allah mampu
meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang yang paling berat ujiannya
di dunia adalah para nabi kemudian orang yang menyerupai mereka dan orang yang
semakin mirip dengan mereka seperti dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan
Bukhari dan lainnya. Allah ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan
peningkatan derajat mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga
bukan bentuk siksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan
penderitaan ini meski mampu meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan)
mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala
mereka sebelum meninggal. Tapi bukan berarti Allah mempersulit proses kematian
mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah
hukuman bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan mereka. Maka tidak bisa
disamakan”.
KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.
Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:
“Sesungguhnya hamba yang kafir
-dalam riwayat lain- yang jahat jika akan telah berpisah dengan dunia,
menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan
wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata
memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan
berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan
kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek
yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang basah.
Secara ekspilisit, Al Quran telah
menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk kepada orang kafir
dengan siksa. Allah berfirman: ”
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An'am: 93]
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An'am: 93]
Maksudnya, para malaikat
membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka
keluar dari badan. Karena itu, para malaikat mengatakan: “Keluarkan nyawamu”.
Pasalnya, orang kafir yang sudah datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar
buruk kepadanya yang berbentuk azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim,
air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai
dalam jasadnya, tidak mau taat dan enggan untuk keluar.
Para malaikat memukulimya supaya
nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini
kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan
dihinakan dengan penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan
(lantaran) kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada
para rasul-Nya.
Saat detik-detik kematian datang,
orang kafir mintai dikembalikan agar bisa masuk Islam. Sedangkan orang yang
jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat, dan beramal sholeh. Namun
sudah tentu, permintaan mereka tidak akan terkabulkan. Allah berfirman:
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada
seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku
berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka
ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun: 99-100]
Setiap orang yang teledor di dunia
ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat lainnya akan dilanda
gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja,
untuk menjadi orang yang insan muslim yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah
hilang, tidak mungkin disusul lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini
dengan tetap memohon agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama
Allah.
Wallahu a’lamu bishshawab.
Washallallahu ‘ala Muhamaad wa ‘ala alihi ajmain.
B.
Pendampingan Pasien Sakaratul Maut
a.
Pendampingan Pasien Sakaratul Maut
Menurut Kesehatan
Perawatan kepada pasien yang akan
meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus
jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, :
a. Memberi rasa tenang dan puas
jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang
baik pada pasien disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien
yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn
dan beberapa tahap-tahap kematian
b.
Pendampingan
dengan alat-alat medis
Memperpanjang hidup penderita
semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah
tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada
pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-alat
pendukung seperti :
1. Disediakan
tempat tersendiri
2. Alat – alat
pemberian O2
3. Alat resusitasi
4. Alat pemeriksaan vital sighnP
5. Pinset
6. Kassa, air matang, kom/gelas untuk
membasahi bibir
7. Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus
dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu
:
a. Memberitahu
pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan
c.
Pendampingan
dengan bimbingan rohani
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan
kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992)
yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan
dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya
bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan
bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama
perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis,
psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali
dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting
terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang
dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist
the individual, sick or well in the performance of those activities
contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would
perform unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya
perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan
damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien
terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat
dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang
dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal
dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien
terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat
dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup
pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien
untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
d. Menurut Agama Katolik
Dalam
tradisi Gereja Katolik, pasien yang sakaratul maut diterimakan sakramen Pengurapan.
Sakramen Pengurapan juga biasa diberikan pada orang-orang yang sudah tua, dalan
kesempatan tertentu. Sakramen pengurapan bukanlah diartikan sebagai tanda
berakhirnya hidup pasien. Malah berkali-kali ternyata bahwa pasien yang sudah
menerima akramen pengurapan diberi kekuatan kembali dan sembuh dari sakit.
Sedangkan jika pasien kemudian meninggal dunia orang tersebut sudah mendapat
bekal untuk menghadap Sang Pencipta.
e. Menurut Agama Kristen
Karena dalam sakramen-sakramen Kristiani diadakan tanda-tanda istimewa
akan kehadiran Kristus yang Bangkit, sepatutnyalah kita merayakannya juga pada
masa kita didera penyakit. Dalam sakit, dua sakramen mendapat tempat istimewa
dalam tradisi Katolik: Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan Sakramen Ekaristi.
Sakramen
Pengurapan Orang Sakit
Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Yesus yang Bangkit menawarkan
kepada mereka yang sakit kuasa, bukan hanya untuk menanggung penderitaan dengan
gagah berani, melainkan juga untuk melawannya. Sakramen ini dirayakan dengan
tanda-tanda yang sederhana namun penuh kuasa. Yesus biasa menjamah mereka yang
sakit; dalam sakramen ini, imam menumpangkan tangannya ke atas kepala si sakit
yang hendak diurapi. Doa-doa kesembuhan dipanjatkan. Kepala dan kedua tangan si
sakit diurapi imam dengan Minyak Orang Sakit (Oleum Infirmorum) yang terbuat
dari zaitun. Pengurapan dengan minyak ini merupakan tanda pengingat akan
pengurapan yang diterima dalam Sakramen Baptis dan Sakramen Penguatan.
Terkadang, jika memang berguna bagi keselamatan, sakramen akan memulihkan
kembali kesehatan jasmani si sakit. Tak peduli dampaknya yang kelihatan pada
kesehatan jasmani si sakit, Sakramen Pengurapan Orang Sakit senantiasa
menganugerahkan rahmat pertolongan Tuhan atas siapa saja yang menerimanya
dengan penuh iman.
“Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara
dengan rahmat Roh Kudus,”
“Semoga Tuhan membebaskan Saudara dari dosa dan membangunkan Saudara di
dalam rahmat-Nya.”
Sakramen juga merupakan tanda persatuan kita dengan anggota Gereja yang
lainnya, maka keluarga si sakit yang diurapi, sahabat serta mereka yang
terlibat dalam perawatan si sakit hendaknya diundang untuk ikut ambil bagian
dalam Sakramen Pengurapan ini.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit dapat diterima oleh mereka yang
kesehatannya terganggu secara serius akibat penyakit atau usia lanjut, dan
dapat diulang jika keadaan pasien bertambah parah.
Komuni
Orang Sakit
Sakramen Ekaristi, tanda terpenting yang Kristus berikan kepada GerejaNya
sebagai kenangan akan kehadiran-Nya, juga merupakan sakramen yang hendaknya
diterima sesering mungkin pada masa sakit. Meski tak dapat merayakan Ekaristi
di Gereja, umat Kristiani hendaknya berusaha menerima Komuni Kudus di rumah
atau di rumah sakit. Yesus meyakinkan kita:
Jikalau seorang makan dari roti ini,
Ia akan hidup selama-lamanya,
dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku,
yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. (Yoh 6:51)
f.
Menurut Islam
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan
baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi
perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam
merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat
berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat
berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan
tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,”
Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah
dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan
sakaratul maut.” (QS. 6:93). Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut.
Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit
dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga
ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing
pasien dengan cara-cara,seperti ini:
1.
Menalqin
(menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
2.
Hendaklah
mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang
baik.
Berdasarkan
hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda. Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang
sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan
perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian
ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien
merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat
hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas
dari jasadnya.
3. Berbaik Sangka
kepada Allah
Perawat
membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits
Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka
kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali
seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4.
Membasahi
kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5. Menghadapkan
orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian
disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat.
Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah
Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus
shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara
bagaimana menghadap kiblat :
a)
Berbaring
terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan
kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia
menghadap kearah kiblat.
b)
Mengarahkan
bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan
Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar.
Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.